Senin, Agustus 31, 2009

DONGENG KERAMIK

Konon ada seorang anak manusia yang merasa dirinya nggak sempurna. Tanpa dia sengaja ia bertemu dengan jambangan keramik yang indah. “Owh alangkah indahnya......” begitu dia bilang. Langsung terbitlah rasa kagum orang ini, ia mengelus keramik tersebut dan anehnya keramik itu bisa berbicara.
“Tahukah kawan” begitu kalimat pembuka dari keramik indah itu. Mulanya aku tak secantik dan semengkilap ini. Tubuhku bau, likat dan berair. Tak ada pun yang mau menoleh mukanya padaku.
Aku selalu berada di bawah, kadang – kadang di bawah sol sepatu manusia. Lalu suatu ketika ada seorang manusia membawaku pergi. Entah kemana aku tak tahu, dan memang aku juga tak bisa bergerak apalagi memberontak. Di suatu tempat aku dilemparkan, dibanting – banting, tentu saja sakit dan terjadi berulang – ulang. Awalnya aku tak tahu untuk apa semua ini dilakukan, saat itu aku ingin kembali ke posisiku semula, di bawah.
Aku dibanting – banting sampai halus, sampai bagian yang kasar dari ku menyerah dan melunakkan dirinya. Saat semua lunak siksaan ku selesai. Tak lama kemudian aku dilemparkan ke roda yang berputar. Aku diletakkan di atas roda yang posisinya seperti piring dan roda itu diputar sedemikian rupa. Tentu saja pusing, aku ingin muntah, apa lagi sesekali tangan manusia itu menekan bagian tertentu dari tubuhku. Sakit, ngilu dan mual. Saat itu sesekali aku memberontak, aku mencoba diam tak mau menuruti jamahan tangan manusia memaksaku menjadi bentuk tertentu. Namun, siksaan bertambah berat. Begitu saya memberontak, tak mau dibentuk, putaran roda itu semakin kencang dan kerap. Akhirnya aku menyerah pada apa maunya, dan anehnya kawanku.....saat itu aku bukan lagi sebuah onggokan. Aku berbentuk seperti yang kau lihat seperti ini.
Aku menarik nafas lega. Sesaat aku istirahat. Esok harinya aku ditaruh di atas genteng. Aku dijemur di bawah terik matahari, tentu saja panas, kalaulah aku punya gigi pastilah gigiku sudah kering. Paling tidak mukaku akan merona merah. Sayang semua itu tak bisa terlihat, soalnya tubuhku hitam. Huhhhh.............siksaan tak pernah berhenti.
Bentuk yang sudahku dapat masih juga harus dikeringkan, rupanya agar air di dalam diriku menghilang. Aku mengerti karena air kadang – kadang membawaku mengembara ke mana – mana, tak tetap. Ini bisa membuat bentukku yang baru bisa hilang, lumer kembali menjadi onggokan.
Setelah itu siksaan belum juga berhenti. Aku dilemparkan ke dalam perapian yang panasnya luar biasa. Lebih dari itu ada benda asing yang ditempelkan pada permukaan tubuhku. Panas kayaknya.....nggak mewakili apa yang aku rasakan saat itu, apalagi pembakaran itu terjadi berhari – hari. Setelah selesai tahap itu aku pikir semuanya akan berakhir. Ternya ada sebagian diriku yang mesti dihaluskan. Biarlah siksaan ini tidak begitu berat ketimbang sebelumnya.
Nah, barulah setelah itu aku disimpan di etalase ini. Ajaib, semua orang kini melirikku dengan decak kagum. Bahkan beberapa familiku yang masih diposisi semula, juga menunjukkan rasa irinya. Kamu juga begitu. Padahal dulu, sewaktu masih pada posisi awal tak ada satupun yang melirikku. Begitulah hikayat diriku kawan...................

Dikutip dari buku Gua Juga Bisa oleh Bambang Q-Anees

Rabu, Agustus 26, 2009

Buat Kawan

L E P A S

Di sini kita melangkah
Lepas dari cerita
kau bernyanyi ceria
di almari terletak boneka
indah
merdu
kisah
rindu pada mu

Di sini kita terdiam
Tampa bicara sepatah pun
Membisu
Sendu
Syahdu
Pilu
Hatiku

Dimana lagi kita bertemu
Dikala rembulan telah terpenggal
Pecah
Berdarah
Menyerah
Parah
Itu lah yang indah Dari nikmat yang kita sembah

Merbau, 14 februari 2002

Sabtu, Agustus 22, 2009

Puisi

JIKA AYAH PULANG

Ayah....
Kalau kau pulang
Berikan aku sekuntum rindu
Akan ku rangkai di jambangan ini
Menghiasi sudut kamar hati ku

Ayah.....
Jika kau kembali
Jangan lupa berikan aku
Segenggam sayang
Yang kau beli
Sewaktu - waktu kau ingat aku.....


Medan juni 2002